Minggu, 27 September 2015

Qurban satu ekor kambing untuk satu keluarga sekaligus

Masih banyak dari saudara - saudara kita sesama muslim yang belum paham tentang Qurban atau malah cenderung ikut - ikutan saja dan tidak tau darimana asal muasal perintah itu .
Oleh karena itu mari kita sama - sama belajar terus dan jangan sampai bosan . 
Berikut ini ada contoh pertanyaan yang mungkin juga anda mengalaminya .

Pertanyaan :
Selama ini setau saya yang dibolehkan untuk qurban dengan patungan hanyalah seekor sapi ( 7 orang ) .

Tetapi saya baca hadits, ternyata dahulu Rasulullah SAW cuma menyembelih seekor kambing saja, tetapi diperuntukkan bagi keluarganya. Lalu kenapa kita sekarang ini tidak boleh berpatungan untuk membeli seekor kambing?

Padahal kalau dihitung-hitung, jumlah anggota keluarga Rasulullah SAW lebih dari tujuh orang. Saya hitung, jumlah istri beliau sampai 9 orang dan jumlah putera-puteri beliau 7 orang. Kalau ditambah dengan diri Rasulullah SAW sendiri, maka total 17 orang. Sedangkan hewan yang disembelih cuma seekor kambing.


PENJELASAN :

Berikut adalah hadits - hadits yg berhubungan dengan hal tersebut :

Salah satunya bahwa Rasulullah SAW pernah menyembelih seekor kambing yang ditujukan untuk diri beliau dan keluarga. Teks lengkap haditsnya sebagai berikut :


ضَحَّى النَّبِيُّ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ سَمِيْنَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ وَالثَّانِي عَنْ نَفْسِهِ وَآلِهِ

Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya dan yang kedua untuk diri beliau dan kelaurganya. (HR. Ibnu Majah).

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menunjukkan bahwa para shahabat menyembelih seekor hewan qurban yang diperuntukkan untuk diri mereka dan keluarga masing-masing.

كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً

Kami pernah berkurban satu ekor kambing untuk satu orang dan keluarganya, setelah itu orang-orang saling berbangga-bangga dan berlaku sombong. (HR. Malik).

Di sisi lain Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan bahwa penyembelihan hewan qurban itu cukup satu ekor untuk satu keluarga.

كُنَّا وُقُوفاً مَعَ النَّبِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِ أَهْلِ بَيْتٍ فيِ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةِ

Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan qurban) setiap tahun. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizy).

Bersekutu Dalam Pahala Bukan Dalam Biaya
Meski teks hadits-hadits di atas terkesan membolehkan menyembelihan seekor kambing untuk sekeluarga, namun maksudnya bukan berarti dibolehkan beberapa orang berpatungan untuk berqurban seekor kambing. Harus dibedakan dalam hal ini antara bersekutu dalam hal beban biaya dengan bersekutu dalam menerima pahala.

Silahkan perhatikan baik-baik hadits-hadits di atas. Semua menunjukkan bahwa baik Rasulullah SAW maupun para shahabat menyembelih seekor kambing, lalu niatnya berbagi pahala antara kepala keluarga dengan anggota keluarganya.

Hadits-hadits di atas sama sekali tidak menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berpatungan uang dengan anggota keluarganya untuk membeli kambing. Demikian juga dengan para shahabat, mereka tidak berpatungan dengan anak dan istri mereka.

Karena secara logika, kepala keluarga adalah orang yang bekerja dan punya pemasukan finansial, sehingga kepala keluarga memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Sedangkan anggota keluarga seperti istri dan anak-anak, tentu mereka tidak punya sumber pemasukan finansial. Posisi istri dan anak adalah sebagai penerima nafkah dari kepala keluarga.

Maka tidak masuk akal kalau kepala keluarga yang merupakan sumber penghasil pemasukan keluarga justru minta uang dari anggota keluarganya yang tidak punya uang dan meminta mereka berpatungan untuk membeli kambing.
Maka dalil-dalil di atas harus dipahami sebagai dalil dimungkinkannya kepala keluarga menyembelih seekor hewan qurban, lantas anggota keluarganya akan ikut juga menikmati hasil pahalanya.

Wallahu a'lam bishshawab,


 
Sumber :
Ahmad Sarwat, Lc., MA

Rumah
Fiqih
Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar