Senin, 28 September 2015

Cara Mengkafani jenazah

Menakutkan atau Gak tau ?
Itulah yang masyarakat awam alami dan rasakan kalau membahas masalah mengkafani jenazah .

Kita dianjurkan untuk memberi kafan warna putih pada jenazah, sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُفِّنَ فِي ثَلاَثَةِ أَثْوَابٍ يَمَانِيَةٍ بِيضٍ، سَحُولِيَّةٍ مِنْ كُرْسُفٍ لَيْسَ فِيهِنَّ قَمِيصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikafani dengan 3 lembar kain warna putih buatan Yaman, sahuliyah (putih baju), dari kapas, tidak dilapisi jubah, tidak pula imamah (tutup kepala). (HR. Bukhari 1264)

Terkait kain ihram untuk kafan, ada sisi lain yang perlu dipertimbangkan :

Pertama, soal harga dan kesan pemborosan. 
Yang kita tahu, kain ihram harganya jauh lebih mahal dan lebih mewah dibanding kain mori. Sementara dalam mengkafani mayat, dianjurkan tidak menggunakan kain yang mahal. Karena termasuk pemborosan. 
Aisyah menceritakan ketika ayahnya (Abu Bakr As-Shiddiq) radhiyallahu‘anhuma, berada di detik-detik akhir hidupnya di dunia.

“Berapa lembar kalian mengkafani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Tanya Abu Bakr.

“Tiga lembar kain putih, tanpa dilapisi jubah maupun imamah” Jawab A’isyah.

“Hari apa beliau wafat?” tanya Abu Bakar mengulangi. “Hari senin”, jawab A’isyah.

Kemudian Abu Bakr berpesan kepada keluarganya, “Cuci kain yang saya kenakan ini, tambah 2 kain lagi”

A’isyah menyela: “Kain ini sudah usang.”

Di situlah Abu bakar menyampaikan nasehat yang layak dicatat dengan tinta emas,

إن الحيَّ أولى بالجديد من الميت ، إنما هو للمهلة
“Yang hidup lebih berhak untuk mendapatkan kain baru dibandingkan yang mati. Kafan hanya akan dirusak cacing tanah.” (Jami’ Al-Ushul Ibnul Atsir, no. 8593)

Kedua, sikap semacam ini dikhawatirkan bisa menimbulkan perasaan riya bagi calon mayit, 
misalnya muncul perasaan agar dia dikenang masyarakat sebagai orang istimewa yang telah melakukan ibadah haji. Atau menjadi ujian hati bagi keluarga yang ditinggal, karena anggota keluarganya yang meninggal dikafani dengan kain ihramnya.

Tentu saja, perasaan semacam tidak selayaknya dimunculkan. Terlebih di saat sang mayit sangat membutuhkan agar amalnya diterima oleh Allah. Salah satunya adalah dengan berusaha merahasiakan amal saleh, sebagaimana kita merahasiakan perbuatan maksiat yang kita lakukan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka merahasiakan amal.” (HR. Muslim 2965).

Ketiga, hal lain yang juga dikhawatirkan, timbul keyakinan yang sama sekali tidak memiliki landasan. Misalnya, muncul keyakinan bahwa mayit yang dikafani dengan kain ihram akan mendapatkan keutamaan tertentu, yang tidak dimiliki oleh mayit yang dikafani dengan kain mori. Atau kafan kain ihram ini akan menjadi bukti di hadapan Allah bahwa dia pernah menunaikan haji, dst.
Jika memang mengkafani jenazah dengan kain bekas ihram memiliki keutamaan khusus, tentu akan banyak sahabat yang melakukannya. Sementara kita tidak mendapatkan bukti riwayat bahwa mereka melakukan hal itu. Padahal mereka melakukan haji atau umrah berkali-kali.

Kaidah yang perlu kita beri garis tebal, semua keyakinan tentang akhirat atau perkara ghaib yang tidak ada dasarnya, termasuk keyakinan sesat yang tidak selayaknya dimiliki setiap muslim.

 
Mereka yang Dikafani dengan Kain Ihram
Sebagai pelurusan, orang yang disyariatkan untuk dikafani dengan kain ihram adalah mereka yang mati ketika ihram. Bukan mereka yang pernah melaksanakan ihram haji. 

Sebagaimana dinyatakan dalam hadis Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, Ketika sedang wukuf di Arafah, tiba-tiba ada orang yang jatuh dari kendaraannya dan patah tulang lehernya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan,

اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ، وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْنِ، وَلاَ تُحَنِّطُوهُ، وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ القِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Mandikan dia dengan air dicampur daun bidara (agar keset), kafani dia dengan dua lapis kain (yang dia kenakan untuk ihram), jangan diberi minyak wangi, dan jangan ditutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah. (HR. Bukhari 1265 dan Muslim 1206)

Makna: “dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sambil membaca talbiyah” :

حال كونه قائلا لبيك أي يحشر يوم القيامة على الهيئة التي مات عليها ليكون ذلك علامة لحجه كما يجيء الشهيد يوم القيامة ودمه يسيل
Ketika dibangkitkan dia akan mengucapkan ‘Labbaika Allahumma hajjan’, artinya dia dibangkitkan dalam keadaan sebagaimana ketika dia meninggal. Sebagai tanda bahwa dia sedang berhaji. Sebagaimana orang yang mati syahid akan dibangkitkan pada hari kiamat, sementara darahnya bercucuran. (Syarh Shahih Muslim – Muhammad Fuad Abdul Baqi).
Allahu a’lam

Langkah-langkah mengkafani.
Dalam hal mengkani,kalau kita mengacu kepada haqqullah ( hak Allah) semata, maka kain yang dibutuhkan hanya sebatas penutup aurat. Bagi laki-laki hanya sebatas penutup pusar dan lututnya, sedangkan bagi perempuan baik orang yang merdeka  atau budak  adalah kain yang dapat menutupi semua anggota tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Adapun bagi banci/waria hukum mengkafaninya disamakan dengan perempuan.

Akan tetapi kalau dipandang dari haqqullah dan haqqul adami, maka kain kafan yang dibutuhkan untuk mengkafani laki-laki secara sempurna adalah tiga lembar kain kafan warna putih. Sedangkan untuk perempuan dan waria adalah lima lembar kain yang terdiri dari :  

  1. Dua lembar kain panjang yang cukup untuk membungkus seluruh tubuhnya.
  2. Kain sarung ( kain pembalut tubuh dari pusar sampai lututnya )
  3. Baju kurung
  4. Kerudung (kain penutup kepala dengan bentuk khusus )
Adapun kain kafan untuk anak-anak adalah satu lembar kain kafan yang cukup untuk membungkus seluruh tubuhnya.Akan tetapi yang lebih utama tetap tiga lembar kain warna putih.

 
Cara Mengkafani Jenazah Laki-Laki.
  • Bentangkan tiga lebar kain kafan yang suda dipotong sesuai denga ukuran yang dibutuhkan dengan cara disusun, kain yang paling lebar diletakkan dipaling bawah. Kalau ukuran lebar kain sama, geserlah kain yang ditengah kekanan sedikit dan yang paling atas kekiri sedikit atau sebaliknya. Dan jika sendainya lebar kain kafan tidak cukup untuk menyelimuti mayit, maka geser lagi hingga bisa menutupi mayit. Dan jika tetap tidak bisa  menutupinya, baik karena mayitnya besar atau yang lain, maka lakukan penambahan sesuai dengan kebutuhan

  • Lulutlah (berilah) kain kafan dengan wangi-wangian

  • Persiapkan tiga atau lima utas kain tali dan letakkan dibawah kain yang paling bawah. Dan agar tali dibagian dada (diatas tangan dan dibawahnya) tidak mudah bergeser, potonglah dengan bentuk khusus. (satu utas talli yang dibagi dua, sedangkan ditengan tetap tidak disobek)

  • Persiapkan kafan yang sudah diberi wangi-wangian kayu cendana untuk diletakkan dibagian anggota badan tertentu antara lain sebagaimana berikut.
a. Bagian Manfad (lubang terus) yang terdiri dari :
- Kedua mata
- Hidung
- Mulut
- Kedua telinga (dan sebaiknya menggunakan kapasyang lebar, sekiranya bisa menutupi seluruh muka mayit)
- Kemaluan dan lubang anus.

b. Bagian anggota sujud, yang terdiri dari :
- Dahi
- Kedua telapak tangan
- Kadua lutut
- Jari-jari kedua kaki

c. Bagian persendian dan anggota yang tersembunyi, yang terdiri dari :
- Kedua lutut paling belakang
- Ketiak
- Kedua telingan bagian belakang

  • Angkatlah dengan hati-hati dan baringkan diatas kain yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut diatas.
  • Tutuplah bagian anggota badan tertentu sebagaimana tersebut dinomor 1
  • Selimutkan kain kafan pada jenazah selembar demi selembar nulai dari yang paling atas hingga yang paling bawah, kemudian ikatlah dengan kain tali yang telah disediakan.

Cara Mengkafani Jenazah Perempuan
  • Bentangkan dua lembar kain kafan yang sudah di potong sesuai dengan ukuran yang di butuhkan.kemudian letakkan pula kain sarung di atasnya di bagian bawah (tempat di mana badan antara pusar dan kedua lutut di  rebahkan)
  • Persiapan baju kurung dan kerudung di tempatnya.
  • Sediaan tiga atau lima utas kain tali dan letakkandi bawah kain kafan yang paling bawahyang telah di bentangkan.
  • Sediakan kapas yang sudah diberi wangi-wangian untuk di letakkan dibagian anggota badan tertentu

  • Angkatlah jenazah dengan hati-hati, kemudian baringkan di atas kain kafan yang sudah di bentangkan dan yang sudah di lulut dengan wangi-wangian.

  • Letakkan kapas di bagian anggota badan tertentu sebagaimana tersebut di cara nomor 04 cara mengkafani mayit laki-laki.

  • Selimutkan kain sarung di badan mayit antara pusar dan kedua lutut dan pasangkan juga baju kurung berikut kain penutup kepala (kerudung).Bagi yang rambutnya panjang di kepang menjadi dua atau menjadi tiga, dan di letakkan di atas baju kurung tempatnya di bagian dada.

  • Setelah pemasangan baju kurung dan kerudung selesai, maka selimutkan kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari yang paling atas sampai yang paling bawah, setelah selesai ikatlah dengan tiga atau lima tali yang telah di sediakan.

Anjuran Dalam Mengkafani


  • Mengunakan kain putih yang terbuat dari kain katun (qotnu)

  • Melulut kain kafan dengan wangi-wangian

  • Memberi kapas di bagin tertentu (lihat rincian pada nomor 04 cara mengkafani mayat laki-laki)

  • Menggunakan kain kafan dengan hitungan ganjil, tiga lembar lebih utama dari dua atau empat lembar, akan tetapi penambahan hitungan kain kafan lebih dari satu lembar lebih baik meskipun satu termasuk hitungan ganjil sebagai penghormatan pada si mayit, jadi dua lembar lebih utama dari satu lembar.

  • Menggunakan kain yang bagus tapi tidak mahal, yang di maksud di sini adalah kain yang berwarna putih, bersih, suci dan tebal.

Larangan-Larangan Dalam Mengkafani


  • Menggunakan kain kafan yang mahal.

  • Menulisi ayat Al-quran atau Asma’ul A’dhom

  • Menggunakan kain kafan yang tipis (tembus pandang)

  • Berlebih-lebihan dalam mengkafani (israf)

Pembiayaan
Biaya dalam mengkafani di ambil dari harta peninggalan yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak orang lain seperti barang gadaian dan sebagainya. Kalau harta peninggalan di atas tidak ada maka yang berkewajiban untuk membiayai adalah orang yang punya kewajiban memberi nafkah ketika masih hidup, jikalau orang yang berkewajiban tidak ada, maka bisa diambil dari baitul-mal, jika baitul-mal tidak ada maka pembiayaan diambil dari harta orang Islam yang mampu / kaya

 
Kadar Kain Kafan
Boleh dibungkus ( dikafani ) dengan kain yang halal baginya yang dipakai ketika masih hidup. Perempuan boleh dikafani dengan sutera sedangkan laki-laki tidak. Karena sutera dilarang dipakai laki-laki ketika masih hidup sedangkan bagiperempuan sebaliknya. Namun yang afdhol dalam mengkafani adalah menggunakan kain katun ( QOTNU ) berwarna putih dan sudah pernah dicuci ( bukan kain baru )
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Minggu, 27 September 2015

Qurban satu ekor kambing untuk satu keluarga sekaligus

Masih banyak dari saudara - saudara kita sesama muslim yang belum paham tentang Qurban atau malah cenderung ikut - ikutan saja dan tidak tau darimana asal muasal perintah itu .
Oleh karena itu mari kita sama - sama belajar terus dan jangan sampai bosan . 
Berikut ini ada contoh pertanyaan yang mungkin juga anda mengalaminya .

Pertanyaan :
Selama ini setau saya yang dibolehkan untuk qurban dengan patungan hanyalah seekor sapi ( 7 orang ) .

Tetapi saya baca hadits, ternyata dahulu Rasulullah SAW cuma menyembelih seekor kambing saja, tetapi diperuntukkan bagi keluarganya. Lalu kenapa kita sekarang ini tidak boleh berpatungan untuk membeli seekor kambing?

Padahal kalau dihitung-hitung, jumlah anggota keluarga Rasulullah SAW lebih dari tujuh orang. Saya hitung, jumlah istri beliau sampai 9 orang dan jumlah putera-puteri beliau 7 orang. Kalau ditambah dengan diri Rasulullah SAW sendiri, maka total 17 orang. Sedangkan hewan yang disembelih cuma seekor kambing.


PENJELASAN :

Berikut adalah hadits - hadits yg berhubungan dengan hal tersebut :

Salah satunya bahwa Rasulullah SAW pernah menyembelih seekor kambing yang ditujukan untuk diri beliau dan keluarga. Teks lengkap haditsnya sebagai berikut :


ضَحَّى النَّبِيُّ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ سَمِيْنَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ وَالثَّانِي عَنْ نَفْسِهِ وَآلِهِ

Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya dan yang kedua untuk diri beliau dan kelaurganya. (HR. Ibnu Majah).

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menunjukkan bahwa para shahabat menyembelih seekor hewan qurban yang diperuntukkan untuk diri mereka dan keluarga masing-masing.

كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً

Kami pernah berkurban satu ekor kambing untuk satu orang dan keluarganya, setelah itu orang-orang saling berbangga-bangga dan berlaku sombong. (HR. Malik).

Di sisi lain Rasulullah SAW juga pernah menjelaskan bahwa penyembelihan hewan qurban itu cukup satu ekor untuk satu keluarga.

كُنَّا وُقُوفاً مَعَ النَّبِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِ أَهْلِ بَيْتٍ فيِ كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةِ

Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan qurban) setiap tahun. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizy).

Bersekutu Dalam Pahala Bukan Dalam Biaya
Meski teks hadits-hadits di atas terkesan membolehkan menyembelihan seekor kambing untuk sekeluarga, namun maksudnya bukan berarti dibolehkan beberapa orang berpatungan untuk berqurban seekor kambing. Harus dibedakan dalam hal ini antara bersekutu dalam hal beban biaya dengan bersekutu dalam menerima pahala.

Silahkan perhatikan baik-baik hadits-hadits di atas. Semua menunjukkan bahwa baik Rasulullah SAW maupun para shahabat menyembelih seekor kambing, lalu niatnya berbagi pahala antara kepala keluarga dengan anggota keluarganya.

Hadits-hadits di atas sama sekali tidak menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berpatungan uang dengan anggota keluarganya untuk membeli kambing. Demikian juga dengan para shahabat, mereka tidak berpatungan dengan anak dan istri mereka.

Karena secara logika, kepala keluarga adalah orang yang bekerja dan punya pemasukan finansial, sehingga kepala keluarga memberi nafkah kepada anak dan istrinya. Sedangkan anggota keluarga seperti istri dan anak-anak, tentu mereka tidak punya sumber pemasukan finansial. Posisi istri dan anak adalah sebagai penerima nafkah dari kepala keluarga.

Maka tidak masuk akal kalau kepala keluarga yang merupakan sumber penghasil pemasukan keluarga justru minta uang dari anggota keluarganya yang tidak punya uang dan meminta mereka berpatungan untuk membeli kambing.
Maka dalil-dalil di atas harus dipahami sebagai dalil dimungkinkannya kepala keluarga menyembelih seekor hewan qurban, lantas anggota keluarganya akan ikut juga menikmati hasil pahalanya.

Wallahu a'lam bishshawab,


 
Sumber :
Ahmad Sarwat, Lc., MA

Rumah
Fiqih
Indonesia

Jumat, 25 September 2015

Bukti bahwa ISLAM tidak menyembah / memuja Ka'bah dan Hajar Al Aswad

Sebenarnya sudah sejak lama muslim dituduh menyembah Ka’bah dan Hajar Aswad oleh musuh - musuh Islam, walaupun sudah sering pula di jawab oleh para ulama, tapi karena belum dapat hidayah dari Alloh SWT, makanya mereka tetap ngotot tidak mau menerima penjelasan tersebut ..


Bismillaahirrohmaanirrohiim..

Semoga kumpulan catatan ini bisa meyakinkan mereka dan menambah keimanan kita

Berikut ini bukti-bukti bahwa Hajar Aswad dan Ka'bah bukanlah sesembahan umat Islam :

1. Jika berada dalam suatu tempat yang tidak diketahui arah mata anginnya, atau sedang duduk di dalam kendaraan yang jalannya berkelok-kelok, maka umat Islam boleh melakukan shalat dengan menghadap ke arah mana saja.

Karena Allah berfirman:

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah 115).

Ka’bah sebagai penentu arah sholat bukan objek yang disembah :

“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS.Al-Baqarah :144)

Jadi intinya bukan menyembah batu tapi inti dari ajaran itu ialah ketundukan kepada Tuhan mereka. Pengakuan bahwa Allah itu Rabb mereka.

Analoginya begini, misalkan anda disuruh oleh orang tua anda untuk mencium kucing di depan anda lalu anda menuruti, lalu apakah ini berarti anda menyembah kucing ? Tentu orang yang berfikiran jenih mengatakan tidak. Anda melakukan itu karena wujud taat dan tunduk kepada peintah orang tua, sebagai wujud bakti anda sebagai anak kepada orang tua.

Nah begitulah ummat islam dalam melakukan sholat dan thowaf, mereka menghadap batu dan mencium batu. Itu karena wujud ketaatan kepada Allah, Tuhan mereka memerintahkan dalam ajaran Nya supaya melakukan demikian.

2. Tahun 930 sampai 951 hajar aswad pernah hilang dicuri dan disembunyikan oleh kaum Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi.

Apakah dengan hilangnya batu itu lantas umat Islam lantas heboh dan tidak shalat lagi karena hajar aswad sudah tidak ada ? Meski hajar aswad pernah hilang, namun selama 21 tahun itu umat Islam tidak pernah libur shalat.

Seandainya umat Islam itu shalat menyembah hajar aswad, maka selama 21 tahun itu mereka libur shalat. Tapi nyatanya tidak. Umat Islam tetap shalat menghadap kiblat, baik dengan ada batu ataupun tidak, karena esensi mereka ialah mematuhi perintah Allah bukan menghadap dan menyembah batu.

3. Setelah Hajar Aswad itu berhasil ditemukan kembali, batu itu sudah tidak utuh lagi. Ada pecahan di sana sini, sehingga volumenya sudah mulai berkurang. Dan batu hitam yang ada sampai sekarang pun itu sudah paduan antara batu hitam yang asli dengan yang imitasi.

Apakah umat Islam heboh karena itu ? Jawabnya: Tidak pernah ! Sebab Tuhan yang disembah oleh umat Islam itu bukanlah batu tetapi Allah SWT.

Batu boleh rusak dan hilang, tetapi Allah tetap ada dan kekal sampai selama-lamanya. Inilah bukti bahwa Allah bukan batu, dan batu tidak sama dengan Allah. Lagipula jika muslim menganggap Hajar Aswad adalah Allah, pasti akan banyak duplikat/tiruan batu itu di setiap Masjid ? Seperti umat Hindu, Budha dan Kristen yang memajang patung Tuhan mereka untuk disembah, dipuja, tempat menghaturkan doa dsb di rumah ibadah masing-masing. Tapi nyatanya tidak ada satupun Masjid atau rumah seorang muslim yang punya duplikat/tiruan/patung/lukisan Hajar Aswad.



4. Dahulu pada masa Rasulullah SAW, para shahabat naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengumandangkan azan (panggilan shalat). Mereka melakukan itu lima kali sehari. Rasulullah tak pernah menegur maupun melarangnya. Jika Ka’bah adalah Tuhan yang disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani menginjak-injak Tuhannya ?

5. Sampai saat ini, para petugas juga naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengganti Kisywah (kain kelambu penutup Ka’bah). Ini juga bukti nyata bahwa sampai saat ini dan sampai kapan saja tak seorang pun umat Islam yang menyembah Ka’bah. Andai kata mereka menganggap Ka’bah sebagai tuhan yang disembah, mana mungkin mereka berani naik, berdiri dan menginjak Ka’bah ?

6. Ketika thawaf dengan menunggang seekor unta, Rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar Aswad, melainkan menyentuhnya dengan tongkat beliau. (HR. Bukhari juz 2 nomor 677).

Jika Nabi pada waktu hidupnya menyembah hajar aswad, mana mungkin beliau berani menyentuh Tuhannya dengan sebuah tongkat sambil duduk di atas unta ? Teladan Nabi ini membuktikan bahwa beliau tidak menyembah hajar aswad. Jika Hajar Aswad adalah Tuhan, tidak mungkin Rasulullah berani dengan lancangnya menyentuh hanya dengan tongkat bukan dengan tangan atau menghormatinya sedemikian rupa, apa Rasulullah tidak takut kualat ? Tentu saja tidak karena Hajar Aswat bukanlah apa-apa.

7. Ketundukan ini pula yang telah dilakukan oleh shahabat Umar RA ketika haji. Dalam hadits shahih dikisahkan bahwa beliau datang mendekati Hajar Aswad (batu hitam) lalu dia menciumnya dan berkata:

“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini batu yang tidak memberikan mudharat dan tidak pula mendatangkan manfaat. Jika aku tidak melihat Rasulullah menciummu, maka aku tidak akan menciummu pula.” (HR.Bukhari dari Abis bin Rabi’ah RA).

Jika memang Hajar Aswad adalah Allah, maka tentu saja Rasulullah akan marah dan membantah perkataan Umar tapi nyatanya TIDAK.

Camkan ayat-ayat ini:
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; TIDAK PULA ADA SEORANGPUN YANG SETARA DENGAN-NYA.” (QS al-Ikhlas: 1-4).

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan TIDAK ADA SESUATUPUN YANG MENYERUPAI_NYA”.
(Q.S. As-Syura: 11)

Jadi sangat jelas Allah tidak setara dengan makluknya dan tidak mungkin menyerupai makhluk-Nya. Apalagi dianggap sama dengan batu Hajar Aswad. Sudah jelas sekarang bahwa Hajar Aswad bukanlah Allah yang kami sembah..


Sumber :

http://kucintaalquran.blogspot.com/2012/10/hajar-aswad-kisah-sebongkah-batu-dari.html
http://islamiclogic.wordpress.com/2014/09/12/riwayat-maqam-ibrahim-di-masjidil-haram/