Rabu, 28 Oktober 2015

Menepis Hujatan dari Islam Haters bahwa Al Quran adalah kumpulan ayat-ayat Setan

Seiring dengan banyaknya ISLAM haters yang selalu menafsirkan kandungan AlQur'an sekenanya atau bahkan terlihat sekali mencari-cari kesalahan dalam Al Qur'an , maka kemudian saya sebagai muslim merasa ikut tertantang untuk membela Islam sekaligus belajar lagi lebih dalam .

Artikel ini ditujukan untuk menepis isu-isu bahwa nabi SAW adalah seorang maniaks seks

Kasus 1
Sahih Muslim Book 008, Number 3453
'A'isha (Allah be pleased with her) reported: I felt jealous of the women who offered themselves to Allah's Messenger (may peace be upon him) and said: Then when Allah, the Exalted and Glorious, revealed this:" You may defer any one of them you wish, and take to yourself any you wish; and if you desire any you have set aside (no sin is chargeable to you)" (xxxiii. 51), I ('A'isha.) said: It seems to me that your Lord hastens to satisfy your desire.
Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (QS. 33:51)
------------------------------------------------
Menurut pendapat non muslim tersebut nabi SAW memiliki hasrat maniak dan serakah sehingga menyebabkan Aishah cemburu akan tetapi diabaikan oleh nabi SAW karena nabi lebih mementingkan keinginannya dan menghendaki terhadap wanita-wanita tersebut dan hal ini seolah didukung oleh pernyataan Aisyah bahwa Allah SWT cepat sekali memuaskan keinginan nabi SAW dan mengabaikan kecumburuan/'kemarahan' Aishah.

Respon:
Hadis sahih Muslim diatas (dan hadis yang serupa) hanya bercerita bahwa nabi SAW bingung atau tidak merasa nyaman dengan kedatangan wanita-wanita yang menawarkan dirinya kepada nabi SAW. Karena itu Allah SWT kemudian menurunkan atau mengingatkan pada ayat 33:51, bahwa nabi SAW berhak memutuskan siapa-siapa saja yang akan menjadi istri beliau.
Hadis diatas justru menunjukkan bahwa wanita-wanita tersebut datang sendiri kepada nabi SAW dan bukan nabi SAW yang mencarinya. Akan tetapi nabi SAW tidak bisa menerima setiap tawaran sebab nabi SAW harus memilih wanita-wanita mana yang dapat menjadi istri beliau, sebab istri-istri tersebut akan menjadi istri selamanya sampai masing-masing istri nabi meninggal. Hal ini sudah ditegaskan dalam surah 33:53:

  • Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. 33:53)

Jadi disini status istri-istri nabi SAW adalah sama dengan ibunda Maryam, yaitu sebagai ummul mukminin atau ibu para muslim. Ayat sebelum dan berikutnya justru menjelaskan konteks surah 33:51:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:50)

Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu. (QS. 33:52)
Quote:.... meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu. (QS. 3:52)
Jadi nabi SAW ternyata masih dapat mengawini wanita-wanita lainnya dong???
------------------------------------------------
Penjelasan:
Perlu dipahami bahwa nabi SAW lahir dan hidup dilingkungan suku-suku yang acapkali berperang satu sama lain. Budaya masyarakat saat itu adalah setiap pemenang perang dapat memiliki atau mengambil rampasan perang termasuk budak-budak wanita. Hal ini merupakan tradisi yang berkembang di jazirah Arabiyah bahkan hampir di seluruh dunia saat itu termasuk suku-suku Yahudi sendiri.
Dimana nabi SAW juga melakukan peperangan maka otomatis sebagian budak-budak tersebut juga dapat dimiliki oleh nabi dan para sahabat. Karena status budak-budak tersebut tidak memiliki hak atas dirinya sendiri maka para majikan atau tuan budak harus memberi makanan dan memperlakukan budak tersebut dengan baik.
Namun misi yang diemban oleh nabi SAW tidaklah untuk memiliki budak-budak tersebut selamanya akan tetapi mencoba melepas (secara bertahap) tradisi perbudakan yang telah berurat akar selama berabad-abad. Hal ini cukup dimengerti karena membebaskan seluruh budak sekaligus, sedang jumlah mereka tidak sedikit, tanpa penampungan baru dan lapangan kerja, akan mengakibatkan suatu bencana. Mereka akan merupakan gelombang-gelombang bambungan dan penganggur, pengemis, pencuri, penjahat dan pelacur sekedar mengisi perut. Ini lebih buruk daripada perbudakan itu sendiri. Bagaimana cara nabi SAW memperlakukan dan melepas budak-budak tersebut hadis berikut menjelaskannya:

  • Sahih Bukhari Volume 7, Book 64, Number 268:
    Narrated Abu Huraira:
    "The Prophet said, 'The best alms is that which is given when one is rich, and a giving hand is better than a taking one, and you should start first to support your dependents.' A wife says, 'You should either provide me with food or divorce me.' A slave says, 'Give me food and enjoy my service." A son says, "Give me food; to whom do you leave me?" The people said, "O Abu Huraira! Did you hear that from Allah's Apostle ?" He said, "No, it is from my own self."
  • Sahih Bukhari Volume 3, Book 46, Number 694:
    Narrated Abu Dhar:
    I asked the Prophet, "What is the best deed?" He replied, "To believe in Allah and to fight for His Cause." I then asked, "What is the best kind of manumission (of slaves)?" He replied, "The manumission of the most expensive slave and the most beloved by his master." I said, "If I cannot afford to do that?" He said, "Help the weak or do good for a person who cannot work for himself." I said, "If I cannot do that?" He said, "Refrain from harming others for this will be regarded as a charitable deed for your own good."
  • Sahih Bukhari Volume 4, Book 55, Number 655:
    Narrated Abu Musa Al-Ash'ari:
    Allah's Apostle said, "If a person teaches his slave girl good manners properly, educates her properly, and then manumits and marries her, he will get a double reward. And if a man believes in Jesus and then believes in me, he will get a double reward. And if a slave fears his Lord (i.e. Allah) and obeys his masters, he too will get a double reward."
  • Sahih Bukhari Volume 7, Book 65, Number 286:
    Narrated Abu Musa Al-Ash'ari:
    The Prophet said, "Give food to the hungry, pay a visit to the sick and release (set free) the one in captivity (by paying his ransom)."
            
  • Sahih Bukhari Volume 3, Book 46, Number 693: 
Narrated Abu Huraira: The Prophet said, "Whoever frees a Muslim slave, Allah will save all the parts of his body from the (Hell) Fire as he has freed the body-parts of the slave." Said bin Marjana said that he narrated that Hadith to 'Ali bin Al-Husain and he freed his slave for whom 'Abdullah bin Ja'far had offered him ten thousand Dirhams or one-thousand Dinars. 

  • Sahih Muslim Book 2, Number 0593: 
Narrated Abdullah ibn UmarThe Prophet (peace_be_upon_him) said: There are three types of people whose prayer is not accepted by Allah: One who goes in front of people when they do not like him; a man who comes dibaran, which means that he comes to it too late; and a man who takes into slavery an emancipated male or female slave.

  • QS. 4:92
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  


Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, (QS. 90:12-13)

Jadi nabi SAW telah menyampaikan pesan kepada masyarakat saat itu bahwa kebiasaan perbudakan hendaknya tidak diteruskan dan Islam telah memberikan pencerahan bagaimana budak-budak tersebut dapat menjadi wanita merdeka.


  • Sahih Bukhari Volume 3, Book 46, Number 695:
Narrated Asma' bint Abu Bakr:
The Prophet ordered us to free slaves at the time of solar eclipses. Sahih 


  • Bukhari Volume 3, Book 46, Number 696: 
Narrated Asma' bint Abu BakrWe were ordered to free slaves at the time of lunar eclipses.
Kemudian non muslim mengajukan argumen yang menegaskan seolah nabi SAW seorang kolektor budak karena dianggap melindungi Ali yang memperoleh lebih dari Khumus:
Quote:Hadis berikut menunjukkan bahwa nabi SAW justru melindungi Ali, keponakan nabi agar seseorang tidak boleh memprotes Ali yang memelihara budak...

  •  Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 637:
Narrated Buraida:
The Prophet sent 'Ali to Khalid to bring the Khumus (of the booty) and I hated Ali, and 'Ali had taken a bath (after a sexual act with a slave-girl from the Khumus). I said to Khalid, "Don't you see this (i.e. Ali)?" When we reached the Prophet I mentioned that to him. He said, "O Buraida! Do you hate Ali?" I said, "Yes." He said, "Do you hate him, for he deserves more than that from the Khumlus."

-----------------------------------------------
Hadis diatas hanya situasional sifatnya, sebab Khalid tidak memahami bahwa budak dapat disetubuhi dan mengira Ali berlebihan dan melanggar kebiasaan sebab orang-orang sebelumnya telah melakukan coitus interuptus (di masa-masa sebelum datangnya Islam) akan tetapi rasulullah kemudian telah melarangnya:
  • Sahih Bukhari Volume 3, Book 34, Number 432:
    Narrated Abu Said Al-Khudri:
    that while he was sitting with Allah's Apostle he said, "O Allah's Apostle! We get female captives as our share of booty, and we are interested in their prices, what is your opinion about coitus interruptus?" The Prophet said, "Do you really do that? It is better for you not to do it. No soul that which Allah has destined to exist, but will surely come into existence.
  • Sahih Bukhari Volume 3, Book 46, Number 718:
    Narrated Ibn Muhairiz:
    I saw Abu Said and asked him about coitus interruptus. Abu Said said, "We went with Allah's Apostle, in the Ghazwa of Barli Al-Mustaliq and we captured some of the 'Arabs as captives, and the long separation from our wives was pressing us hard and we wanted to practice coitus interruptus. We asked Allah's Apostle (whether it was permissible). He said, "It is better for you not to do so. No soul, (that which Allah has) destined to exist, up to the Day of Resurrection, but will definitely come, into existence."

    -----------------------------------------------
Quote:Terus nasib budak-budak yang dimiliki oleh nabi SAW kemana setelah nabi meninggal?
Budak-budak tersebut telah diberikan oleh rasulullah sebagai amal, yaitu seharusnya telah dibebaskan atau dimerdekakan berdasar hadis-hadis berikut:
  • Sahih Bukhari Volume 4, Book 51, Number 37: Narrated Abu Huraira:
    Allah's Apostle said, "My heirs will not inherit a Dinar or a Dirham (i.e. money), for whatever I leave (excluding the adequate support of my wives and the wages of my employees) is given in charity." 
     
  • Sahih Bukhari Volume 8, Book 80, Number 721:
    Narrated Abu Huraira:
    Allah's Apostle said, "Not even a single Dinar of my property should be distributed (after my deaths to my inheritors, but whatever I leave excluding the provision for my wives and my servants, should be spent in charity."
    Sahih Bukhari Volume 8, Book 80, Number 722:
    Narrated 'Urwa:
    'Aisha said, "When Allah's Apostle died, his wives intended to send 'Uthman to Abu Bakr asking him for their share of the inheritance." Then 'Aisha said to them, "Didn't Allah's Apostle say, 'Our (Apostles') property is not to be inherited, and whatever we leave is to be spent in charity?'"
  • Sahih Bukhari Volume 5, Book 57, Number 60:
    Narrated 'Aisha:
    Fatima sent somebody to Abu Bakr asking him to give her her inheritance from the Prophet from what Allah had given to His Apostle through Fai (i.e. booty gained without fighting). She asked for the Sadaqa (i.e. wealth assigned for charitable purposes) of the Prophet at Medina, and Fadak, and what remained of the Khumus (i.e., one-fifth) of the Khaibar booty. Abu Bakr said, "Allah's Apostle said, 'We (Prophets), our property is not inherited, and whatever we leave is Sadaqa, but Muhammad's Family can eat from this property, i.e. Allah's property, but they have no right to take more than the food they need.' By Allah! I will not bring any change in dealing with the Sadaqa of the Prophet (and will keep them) as they used to be observed in his (i.e. the Prophet's) life-time, and I will dispose with it as Allah's Apostle used to do," Then 'Ali said, "I testify that None has the right to be worshipped but Allah, and that Muhammad is His Apostle," and added, "O Abu Bakr! We acknowledge your superiority." Then he (i.e. 'Ali) mentioned their own relationship to Allah's Apostle and their right. Abu Bakr then spoke saying, "By Allah in Whose Hands my life is. I love to do good to the relatives of Allah's Apostle rather than to my own relatives" Abu Bark added: Look at Muhammad through his family (i.e. if you are no good to his family you are not good to him).
  • Sahih Bukhari Volume 4, Book 53, Number 372:
    Narrated Nafi:
    'Umar bin Al-Khattab said, "O Allah's Apostle! I vowed to observe Itikaf for one day during the Pre-lslamic period." The Prophet ordered him to fulfill his vow. 'Umar gained two lady captives from the war prisoners of Hunain and he left them in some of the houses at Mecca. When Allah's Apostle freed the captives of Hunain without ransom, they came out walking in the streets. 'Umar said (to his son), "O Abdullah! See what is the matter." 'Abdullah replied, "Allah's Apostle has freed the captives without ransom." He said (to him), "Go and set free those two slave girls." (Nafi added:) Allah's Apostle did not perform the 'Umra from Al-Jarana, and if he had performed the 'Umra, it would not have been hidden from 'Abdullah.
  • Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 738:
    Narrated 'Amir bin Al-Harith:
    Allah's Apostle did not leave a Dinar or a Dirham or a male or a female slave. He left only his white mule on which he used to ride, and his weapons, and a piece of land which he gave in charity for the needy travelers.
Pembebasan para budak:
From: http://answering-christianity.com/karim/mistranslations_of_hadiths.htm

  • Rasulullah Sallallahu Alayhi Wasallam himself freed 63 slaves,
  • Hazrat Abu Bakr Radhiallahu Anhu freed 63,
  • Hazrat Abdur-Rahman bin Auf Radhiallahu Anhu 30,000
  • Hazrat Hakim bin Huzam Radhiallahu Anhu 100
  • Hazrat Abbas Radhiallahu Anhu 70
  • Hazrat Ayesha Radhiallahu Anha 69
  • Hazrat Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhu 100
  • Hazrat Uthman Radhiallahu Anhu used to free one slave every Friday and he would say that he would free any slave who performed his prayers with humility.
  • Hazrat Zul-Kilah Radhiallahu Anhu freed 8,000 slaves in a single day


  • Kasus 2:
    Berkenaan dengan pernikahan Nabi SAW dengan Zainab binti Jash.
    Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. 33:36) 
    (Ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS. 33:37) 
    Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38) 
    According to 'A'isha, who said: "I became very uneasy because of what we heard about her beauty and another thing, the greatest and loftiest of matters - what God had done for her by giving her in marriage. I said she would boast of it over us." (The History of Al-Tabari: The Victory of Islam, translated by Michael Fishbein [State University of New York Press, Albany, 1997], Volume VIII, pp. 2-3; bold emphasis ours)

    Narrated by Yunis, narrated by Ibn Wahab, narrated by Ibn Zaid who said, "The prophet –pbuh– had married Zaid son of Haritha to his cousin Zainab daughter of Jahsh. One day the prophet –pbuh– went seeking Zaid in his house, whose door had a curtain made of hair. The wind blew the curtain and the prophet saw Zainab in her room unclothed and he admired her in his heart. When Zainab realized that the prophet desired her SHE BEGAN TO HATE ZAID.
    Zaid then came to the prophet –pbuh– and said, "O apostle of Allah, I wish to separate from my mate." The prophet responded, "Why? Has anything evil come from her?" Zaid responded, "No, by Allah! I haven’t seen anything evil from her only good."
    The prophet said, "Hold unto your wife and fear Allah." That is what Allah said in the Quran, "Thou didst say to one who had received the grace of Allah and thy favor: ‘Retain thou (in wedlock) thy wife, and fear Allah.’ But thou didst hide in thy heart that which Allah was about to make manifest." For the prophet was concealing the fact that he would marry Zainab when Zaid had divorced her. (Source; translated by Dimitrius)
    Tuduhan:
    Nabi SAW menyukai Zainab, Zainab membenci Zaid, dan ingin dikawin oleh nabi SAW, nabi SAW jatuh cinta dan main mata pada Zainab, Allah SWT melakukan blunder pada pernikahan Zaid dan Zainab.
    Kesimpulan:

    1. Keotentikan narasi cerita versi dari Tabari dipertanyakan
    Silahkan dibaca: http://www.islamic-awareness.org/Polemics/sverses.html (Tabari's Disclaimer).
    Quote: Sheikh Hammudah Abdallati stated:
    Some of the Prophet's marriages were for legislative reasons and to abolish certain corrupt traditions. Such was his marriage to Zaynab, divorcee of the freed slave Zayd. Before Islam, the Arabs did not allow divorcees to remarry. Zayd was adopted by the Prophet (peace and blessings be upon him) and called his son as was the custom among the Arabs before Islam. But Islam abrogated this custom and disapproved of its practice. Prophet Muhammad (peace and blessings be upon him) was the first man to express this disapproval in a practical way. So he married the divorcee of his "adopted" son to show that adoption does not really make the adopted child a real son of the adopting father and also to show that marriage is lawful for divorcees. Incidentally, this very Zaynab was Muhammad's cousin, and had been offered to him in marriage before she married Zayd. He refused her then, but after she was divorced he accepted her for the two legislative purposes: the lawful marriage of divorcees and the real status of adopted children. The story of this Zaynab has been associated in some minds with ridiculous fabrications regarding the moral integrity of Muhammad. These vicious fabrications are not even worth considering here (see Qur'an, 33: 36, 37, 40).
    (Source: Islam in Focus, p.177-179 by Hammudah Abdallati, bold and underlined emphasis ours)
    Masalah disini jika nabi SAW sejak semula tertarik dengan Zainab, mengapa dahulu tidak dikawini sendiri oleh nabi, akan tetapi malah dikawinkan dengan Zaid? Nabi SAW sendiri juga tidak pernah main mata:
    • Sunan Abu Dawud Book 38, Number 4346:
      Narrated Sa'd ibn AbuWaqqas:
      On the day of the conquest of Mecca, Abdullah ibn Sa'd ibn AbuSarh hid himself with Uthman ibn Affan. He brought him and made him stand before the Prophet (peace_be_upon_him), and said: Accept the allegiance of Abdullah, Apostle of Allah! He raised his head and looked at him three times, refusing him each time, but accepted his allegiance after the third time.
      Then turning to his companions, he said: Was not there a wise man among you who would stand up to him when he saw that I had withheld my hand from accepting his allegiance, and kill him?
      They said: We did not know what you had in your heart, Apostle of Allah! Why did you not give us a signal with your eye? He said: It is not advisable for a Prophet to play deceptive tricks with the eyes.
    2. Alasan nabi SAW menikahi Zainab sebenarnya lebih bersifat social construct
    Zaid bukanlah anak dari rasulullah tapi mantan anak angkat. Demikian pula Zainab bukan menantu nabi SAW.
    • Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.. (QS. 33:4-5)
    Berikut komentar dari Syaik Maududi
    Social Reforms
    In this connection, an important thing that needed to be reformed was the question of the adoption of a son. Whoever was adopted by the Arabs as a son was regarded as one of their own offspring: he got share in inheritance; he was treated like a real son and real brother by the adopted mother and the adopted sister; he could not marry the daughter of his adopted father and his widow after his death. And the same was the case if the adopted son died or divorced a wife. The adopted father regarded the woman as his real daughter-in-law. This custom clashed in every detail with the laws of marriage and divorce and inheritance enjoined by Allah in Surahs Al-Baqarah and An-Nisa. It made a person who could get no share in inheritance entitled to it at the expense of those who were really entitled to it....[skipped] ...That is why the Islamic law of marriage and divorce, the law of inheritance and the law of the prohibition of adultery required that the concept and custom of regarding the adopted son as the real son should be eradicated completely...[skipped].... Therefore, it was inevitable that the custom should be eradicated practically, and through the Holy Prophet himself. For no Muslim could ever conceive that a thing done by the Holy Prophet himself, and done by him under Allah's Command, could be detestable. Therefore, a little before the Battle of the Trench, the Holy Prophet was inspired by Allah that he should marry the divorced wife of his adopted son, Zaid bin Harithah (may Allah be pleased with him), and he acted on this Command during the siege of the Bani Quraizah. (The delay probably was caused for the reason that the prescribed waiting period had not yet ended, and in the meantime the Holy Prophet had to become busy in the preparation for war).

    Verses 36-48 deal with the Holy Prophet's marriage with Hadrat Zainab. In this section the opponents' objection about this marriage have been answered; the doubts that were being created in the minds of the Muslims have been removed; the Muslims have been acquainted with the Holy Prophet's position and status; and the Holy Prophet himself has been counseled to exercise patience on the false propaganda of the disbelievers and the hypocrites.
    3. Allah SWT tidak melakukan blunder dalam ayat 33:36 karena waktu ayat ini turun justru konteksnya masyarakat Quraisy tidak dapat menerima perubahan tradisi. Tetapi dengan turunnya ayat ini hakekatnya justru menunjukkan bahwa Allah SWT telah menyediakan semacam batu loncatan awal/pembuka hutan untuk mendobrak tradisi berikutnya.
    Quote:
    Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal BAGIAN KETUJUH BELAS:  
    ISTERI-ISTERI NABI
    Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab bt. Jahsy, sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya, suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban, karena sudah ditentukan oleh Tuhan bagi anak-anak angkat yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya Abdullah b. Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang:
    Dari surah 33:36-38 berdasar komentar dari Syaik Maududi, nabi SAW/Islam telah merombak tradisi jahiliyah bahwa anak angkat tidak lagi mendapat warisan, dan seorang muslim dapat mengawini mantan istri dari anak angkat.

    Di ayat 33:36, Allah SWT telah memecah tradisi Arabiyah bahwa seseorang muslim dapat mengawini muslim lain tanpa dibedakan status. Dan di ayat 33:37, kedua-kalinya Islam mendobrak tradisi Arab jika seorang istri dapat diceraikan oleh suaminya (dalam hukum Islam) dan juga mantan istri anak angkat mempunyai status dapat dikawin.

    4. Kalimat "sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia" adalah rahasia yang tak dikatakan bahwa nabi SAW kelak akan menikahi Zainab atau nabi SAW tidak mau mengatakan hal ini. Jadi bukannya nabi menyembunyikan nafsunya pada Zainab. Yang ditakutkan nabi adalah penilaian masyarakat karena nabi (bakal) menikahi Zainab, yg mantan istri anak angkatnya.

    Sedang kalimat "supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka" itu maksudnya juga bukan masyarakat mukmin yg keberatan, akan tetapi pengertiannya adalah: "supaya orang-orang muslim selanjutnya (muslim yang lain di jaman nabi) tahu bahwa mengawini bekas istri anak angkatnya hukumnya diperbolehkan dalam Islam" alias HALAL. 

    Jadi inti ayat 33:37 adalah seorang muslim dapat menikahi istri terdahulu dari anak yg diadopsi, jika sudah diceraikan dan nabi telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai pelopornya (apa para sahabat cukup pantas melakukannya, apalagi ini terjadi dilingkungan "keluarga" rasul?).

    • [Rashad Khalifa] The prophet is not committing an error by doing anything that is made lawful by GOD. Such is GOD's system since the early generations. GOD's command is a sacred duty. (QS. 33:38)
    5. Apakah benar bahwa orang-orang sebelum nabi SAW dapat menikahi wanita dari mantan anak angkatnya semisal kasus Zaid

    Bukti Bibel ternyata menunjukkannya:

    • Deuteronomy 25:5
      (MKJV) If brothers live together, and one of them dies and has no child, the wife of the dead shall not marry outside to a stranger. Her husband's brother shall go in to her and take her as a wife for himself, and perform theb duty of a husband's brother to her.
    • Keluaran: 6

      6:20 (6-19) Dan Amram mengambil Yokhebed, saudara ayahnya, menjadi isterinya, dan perempuan ini melahirkan Harun dan Musa baginya. Umur Amram seratus tiga puluh tujuh tahun.

    • Keluaran 21:

      21:4 Jika tuannya memberikan kepadanya seorang isteri dan perempuan itu melahirkan anak-anak lelaki atau perempuan, maka perempuan itu dengan anak-anaknya tetap menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu harus keluar seorang diri.


    Moral Code of prophet Luth???, lihat juga kejadian 19:8

    Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit. Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (QS. 11:77-78 )

    Nabi Luth sendiri menawarkan anak-anaknya tanpa perlu mengawinkan mereka, padahal disampingnya ada malaikat-malaikat yang sanggup menghajar orang-orang kafir tersebut....... apakah nabi Luth mendukung perzinahan?
    Incest of Abram
    Kejadian: 20

    20:12 Lagipula ia benar-benar saudaraku, anak ayahku, hanya bukan anak ibuku, tetapi kemudian ia menjadi isteriku.

    Qs 33 Ayat 36-50
    Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. 33:36)

    37. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni'mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni'mat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan
    bertaqwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia 1220 supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya 1221 . Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS.33:37)

    38. Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu 1222. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38)

    39. (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah 1223 mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allahsebagai Pembuat Perhitungan. (QS.33:39)

    40. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu 1224, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.33:40)

    41. Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.(QS. 33:41)

    42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (QS. 33:42)

    43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang).
    Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. 33:43)

    44. Salam penghormatan kepada mereka(orang-orang mu'min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: "Salam 1225 "; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka. (QS. 33:44)

    45. Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, (QS. 33:45)

    46. dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. 33:46)

    47. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mu'min bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah. (QS. 33:47)

    48. Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pelindung. (QS. 33:48)

    49. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah mereka mut'ah 1226 dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya. (QS. 33:49)

    50. Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu,anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mu'min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau menikahinya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu'min. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 33:50)

    Dinukil dari berbagai Sumber

    Minggu, 18 Oktober 2015

    Dalil mengenai gerakan - gerakan dalam sholat

    Masih banyak teman2 kita Mualaf yang masih saja belum yakin tentang kebenaran agama Islam, karena banyak pertanyaan2 dalam benaknya yang belum menemukan jawaban mantap yang menjadikan dia yakin 100% .
    Oleh karena itu, saya berusaha mengumpulkan artikel dan sumber-sumber yang bisa dijadikan tempat untuk mendapatkan informasi bagi diri saya sendiri kemudian saya share kepada orang lain yang membutuhkan .

    Salah satu pertanyaannya :
    Adakah dalil dari Al Quran yang menjelaskan mengenai detail gerakan - gerakan sholat ?
    Berikut ini kami sajikan tuntunan cara shalat sesuai sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam  secara ringkas dan padat. Semoga dapat menjadi rujukan dan panduan dalam menunaikan ibadah yang agung ini, yaitu ibadah shalat.

    Cara melakukan shalat adalah sebagai berikut:
    1. Berniat untuk shalat (rukun shalat)
    Niat adalah maksud hati untuk melakukan sesuatu. Shalat tidaklah sah tanpa niat, dan shalat tidaklah diterima jika niat shalat bukan karena Allah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari-Muslim). Para ulama sepakat niat adalah amalan hati, sehingga niat tidak perlu diucapkan. Ketika hati sudah beritikad untuk melakukan shalat, itu sudah niat yang sah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal tertentu untuk niat shalat.
    2. Berdiri tegak menghadap kiblat (rukun shalat)
    Berdiri ketika shalat wajib, termasuk rukun shalat. Diantara dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu maka sambil berbaring” (HR. Bukhari). Hadits ini juga menunjukkan boleh shalat dalam keadaan duduk jika tidak mampu berdiri, atau berbaring jika tidak mampu duduk. Wajib menghadap ke arah kiblat ketika berdiri, kecuali shalat di atas kendaraan. Bagi penduduk Makkah, wajib menghadap ke arah ka’bah. Adapun bagi penduduk luar Makkah, cukup mengarah ke arah kota Makkah tidak harus pas ke ka’bah. Pandangan mata ketika berdiri, lebih utama memandang ke arah tempat sujud. Boleh memandang ke depan atau ke bawah, dan terlarang keras memandang ke atas atau ke samping tanpa ada kebutuhan.
    3. Melakukan takbiratul ihram (rukun shalat)
    Caranya dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan “Allahu akbar” dengan suara yang minimal dapat didengar diri sendiri. Tidak sah shalat tanpa Takbiratul ihram. Nabi shallallahu’alaihi wasallam  bersabda: “Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari-Muslim). Tangan diangkat sampai setinggi pundak (sebagaimana hadits riwayat Ahmad (shahih)) atau pangkal telinga (sebagaimana hadits riwayat Muslim.
    4. Bersedekap
    Setelah takbiratul ihram, tangan bersedekap. Hukumnya sunnah. Caranya yaitu dengan meletakkan tangan kanan berada di atas tangan kiri. Sahl bin Sa’ad berkata: “Dahulu orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” (HR. Al Bukhari). Ada dua bentuk bersedekap yang boleh dipilih :
    1. al wadh’u (meletakkan kanan di atas kiri tanpa melingkari atau menggenggam). Letak tangan kanan ada di tiga tempat: di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di lengan bawah dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr tentang sifat shalat Nabi, “..setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas lengan” (HR. Abu Daud, shahih).
    2. al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr: “Aku Melihat Nabi shallallahu’alaihi wasallam  berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i, shahih). Adapun mengenai letak sedekap, tidak terdapat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal ini. Sehingga perkaranya longgar, boleh di dada, boleh di perut atau juga di bawah perut, semua ini ada contohnya dari salafus shalih.
    5. Membaca doa istiftah
    Hukum membacanya adalah sunnah. Ada beberapa macam jenis doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih. Diantaranya adalah doa: “Allahumma baa’id bayni wa bayna khothooyaaya, kamaa ba’adta bayna masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas, Allahummaghsil khothooyaaya bil maa-i wats tsalji wal barod” (HR.Bukhari-Muslim).
    6. Membaca ta’awudz lalu basmalah
    Setelah membaca istiftah, lalu membaca ta’awudz. Hukumnya sunnah. Ada beberapa bacaan ta’awudz yang shahih, diantaranya: “a’uudzubillaahi minas syaithaanir rajiim” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf) atau “a’uudzubillaahis samii’il ‘aliimi minas syaithaanir rajiim” (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushannaf). Ta’awudz dibaca secara sirr (lirih). Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah dibaca secara jahr (keras) atau sirr (lirih). Yang rajih, lebih afdhal membacanya secara sirr (lirih), namun boleh sesekali membaca secara jahr karena riwayat dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa beliau mengeraskan basmalah.
    7. Membaca Al Fatihah (rukun shalat)
    Setelah membaca ta’awudz, lalu membaca surat Al Fatihah. Tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Bukhari-Muslim). Namun berbeda lagi bagi makmum, para ulama berbeda pendapat apakah makmum ikut membaca Al Fatihah ataukah diam mendengarkan bacaan imam. Yang rajih, jika makmum mendengar imam sedang membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam. Makmum tidak membaca Al Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak mendengarkan imam membaca (karena dibaca secara sirr), maka ia wajib membaca Al Fatihah. Inilah pendapat jumhur ulama. Setelah membaca Al Fatihah, disunnahkan mengucapkan “aamiin” dengan jahr (keras). “aamiin” artinya “ya Allah kabulkanlah”.
    8. Membaca surat dari Al Qur’an
    Kemudian disunnahkan membaca surat dari Al Qur’an (selain Al Fatihah) yang dihafal, dengan jahr (keras) di shalat jahriyyah (maghrib, isya’, dan subuh).
    9. Ruku'
    Dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua tangan, sama seperti cara takbiratul ihram, kemudian membungkukkan badan sehingga punggung dan kepala dalam keadaan lurus, telapak tangan menggenggam lutut dengan jari-jari direnggangkan. Dari Abu Humaid As Sa’idi mengatakan: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam  jika rukuk, beliau meletakkan kedua tangannya pada lututnya, dan meluruskan punggungnya” (HR. Al Bukhari). Ketika rukuk membaca doa: “subhaana rabbiyal ‘azhiim” (HR. Al Bukhari) sebanyak 3x atau lebih.
    10. I’tidal (bangun dari rukuk)
    Bangun dari rukuk hingga berdiri tegak sambil mengucapkan: “sami’allahu liman hamidah”, bagi imam atau orang yang shalat sendiri. Bagi makmum membaca: “rabbanaa walakal hamdu”. Sambil mengangkat kedua tangan seperti cara mengangkat tangan ketika takbir.
    11. Melakukan sujud pertama
    Dari kondisi berdiri setelah i’tidal, turun untuk bersujud sambil mengucapkan “Allahu Akbar”. Para ulama berbeda pendapat apakah lebih dahulu tangan ataukah lutut ketika turun. Yang rajih, wallahu a’lam, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar: “bahwasanya ia turun sujud dengan kedua tangannya sebelum lututnya” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq, Abu Daud). Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua kaki” (HR. Bukhari-Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa hidung juga termasuk yang wajib ditempelkan. Kemudian kedua tangan sejajar dengan pundaknya atau pangkal telinganya, dengan jari-jari dalam keadaan rapat dan menghadap kiblat. Lengan dibuka dan tidak menempel dengan badan. “Nabi shallallahu’alaihi wasallam  jika shalat (sujud) beliau merenggangkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau” (HR. Bukhari-Muslim). Namun ini dilakukan semampunya tanpa mengganggu orang yang shalat di sebelahnya. Ketika sujud membaca doa: “subhaana rabbiyal a’laa” sebanyak 3 kali atau lebih. Dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud, karena seorang hamba paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika sujud.
    12. Duduk di antara 2 sujud
    Bangun dari sujud sambil mengucapkan “Allahu akbar” tanpa mengangkat tangan, kemudian duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan kaki kiri dalam keadaan tidur dan diduduki oleh pantat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, jari-jari menghadap ke kiblat. Ketika duduk, mengucapkan doa: “rabbighfirlii” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, An Nasa-i. shahih).
    13. Melakukan sujud kedua
    Dari posisi duduk, turun untuk sujud sambil mengucapkan “Allahu Akbar”, kemudian sujud dengan tata cara sujud yang sama seperti sujud pertama.
    14. Melakukan duduk istirahat dan bangun menuju rakaat kedua
    Dari posisi sujud, bangkit tanpa bertakbir, untuk duduk sejenak dengan posisi duduk iftirasy. Lalu bangun untuk berdiri menuju rakaat yang kedua sambil mengucapkan “Allahu Akbar” dan mengangkat kedua tangan seperti cara mengangkat tangan pada takbiratul ihram. Takbir ini dinamakan takbir intiqal. Intiqal artinya berpindah, karena takbir ini dilakukan ketika berpindah dari satu rukun menuju rukun berikutnya.
    15. Melakukan tata cara yang sama seperti rakaat pertama
    Setelah melakukan takbir intiqal, berdiri secara sempurna dan bersedekap sebagaimana pada rakaat pertama. Kemudian seterusnya melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama. Perbedaan hanya terletak pada beberapa hal:
    1. Pada rakaat kedua dan seterusnya, tidak disyariatkan membaca doa istiftah. Sebagaimana namanya, istiftah artinya ‘membuka’, hanya disyariatkan pada rakaat pertama. Maka, setelah takbir intiqal, langsung membaca basmalah dan seterusnya.
    2.  Pada shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, maka rakaat ketiga atau rakaat keempat, bacaan Al Fatihah dan bacaan surat tidak dikeraskan
    3.  Pada rakaat kedua, pada shalat yang rakaatnya lebih dari dua, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud awal dan melakukan tasyahud awal.
    4.  Pada rakaat terakhir, berapapun jumlah rakaatnya, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud akhir dan melakukan tasyahud akhir.
    16. Cara duduk tasyahud awal
    Duduk dengan posisi duduk iftirasy, kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa: “at taahiyaatu lillah was sholawaatu wat thoyyibaatu, as salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, assalaamu ‘alaina wa’alaa ibaadillaahis shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna muhammadarrosuulullooh” (HR. Bukhari-Muslim). Dan ada beberapa bacaan doa tasyahud lainnya yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dianjurkan untuk membaca shalawat saat tasyahud awal. Setelah tasyahud awal, berdiri menuju rakaat ketiga sebagaimana telah dijelaskan.
    17. Cara duduk tasyahud akhir
    Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi duduk tasyahud akhir, sebagian ulama menyatakan bahwa posisinya tawarruk, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan telapak kaki kiri berada di depan kaki kanan dan bokong menyentuh lantai. Sebagian ulama menyatakan, untuk shalat yang dua rakaat, maka duduk tasyahud akhir dengan posisi iftirasy. Namun dalam masalah ini, perkaranya longgar. Kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa tasyahud sebagaimana pada tasyahud awal, lalu diwajibkan untuk  membaca shalawat: “Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiim, wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka hamiidummajiid” (HR. Bukhori-Muslim). Terdapat juga lafadz lain yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam .
    18. Berdoa sebelum salam
    Dianjurkan membaca doa sebelum salam. Yaitu doa: “Allohumma inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnati masiihid dajjaal” (HR. Muslim). Kemudian dianjurkan membaca doa apa saja yang diinginkan.
    19. Salam
    Dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kanan hingga pipi kanan terlihat dari belakang. Dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kiri hingga pipi kiri terlihat dari belakang. Dan tidak terdapat hadits shahih mengenai mengusap wajah setelah salam, sehingga hal ini tidak perlu dilakukan.
    Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua dan menerima amal ibadah yang kita lakukan. Wabillahi at taufiq was sadaad.

    Rujukan utama: Sifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi hafizhahullah
    Penulis : Yulian Purnama, S.Kom. (Alumni Mahad Al ‘Ilmi Yogyakarta)
    Murojaah : Ust. Aris Munandar, SS, MPI

    Pertanyaan :
    Bagaimana cara melakukan sujud yang benar?
    Jawab:
    Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua kaki” (HR. Bukhari-Muslim).

    Download lengkap Gerakan Sholat sesuai Al Quran dan Al Hadits versi Pdf 
    http://kalbar.kemenag.go.id/file/file/2015/umiq1426040746.pdf

    Kamis, 15 Oktober 2015

    Dakwah lewat media sosial tidak termasuk Bid'ah

    Pengertian Bid’ah adalah setiap amalan ibadah (bukan perkara duniawi) yang dibuat-buat dan tidak memiliki landasan dalil. Sebagian orang bingung menilai manakah bid’ah hasanah (bid’ah yang dianggap baik) dan bid’ah sayyi’ah (bid’ah yang dianggap jelek). 

    Yang sebenarnya bid’ah sayyi’ah kadang kala dianggap sebagai hasanah (kebaikan). 

    Para ulama membantu untuk membedakan kedua jenis bid’ah ini bagi yang masih mengkategorikan bid’ah menjadi dua macam seperti itu.
    Perbedaan Bid’ah Hasanah dan Sayyi’ah
    Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– berkata,
    “Setiap bid’ah yang bukan wajib ataupun bukan sunnah, maka ia termasuk bid’ah sayyi’ah. Bid’ah ini termasuk bid’ah dholalah (yang menyesatkan) menurut kesepakatan para ulama. 
    Siapa saja yang menyatakan bahwa sebagian bid’ah adalah bid’ah hasanah, sebelumnya harus ada dalil syar’i yang mendukungnya yang menyatakan bahwa amalan tersebut sunnah (dianjurkan). 
    Jika bukan wajib dan bukan pula sunnah (anjuran), maka tidak ada seorang ulama pun mengatakan amalan tersebut sebagai hasanah (kebaikan) yang mendekatkan diri kepada Allah.
    Barangsiapa mendekatkan diri pada Allah dengan  sesuatu yang bukan kebaikan yang diperintahkan wajib atau sunnah, maka ia sesat, menjadi pengikut setan dan mengikuti jalannya. ‘Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu– berkata,
    خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا وَخَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ وَهَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إلَيْهِ
    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan pada kami jalan yang lurus, lalu di samping kanan kirinya terdapat jalan. Lalu beliau mengatakan mengenai jalan yang lurus adalah jalan Allah dan cabang-cabangnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala,
    وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
    Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya” (QS. Al An’am: 153) (Majmu’ Al Fatawa, 1: 162).
    Yang jelas pembagian bid’ah menjadi hasanah dan sayyi’ah kurang tepat karena akan menimbulkan kerancuan.
    Kok bisa ada bid’ah yang baik? padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengatakan,
    وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
    Setiap bid’ah adalah sesat” (HR. Muslim no. 867). Hadits semisal ini dalam bahasa Arab dikenal dengan lafazh umum, artinya mencakup semua bid’ah, yaitu amalan yang tanpa tuntunan atau tanpa dasar.
    Imam Asy Syatibhi Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Para ulama memaknai hadits di atas sesuai dengan keumumannya, tidak boleh dibuat pengecualian sama sekali. Oleh karena itu, tidak ada dalam hadits tersebut yang menunjukkan ada bid’ah yang baik.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 91, Darul Ar Royah)
    Inilah pula yang dipahami oleh para sahabat generasi terbaik umat ini. Mereka menganggap bahwa setiap bid’ah itu sesat walaupun sebagian orang menganggapnya baik. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
    كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
    Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr dalam kitab As Sunnah dengan sanad shahih dari Ibnu ‘Umar. Lihat Ahkamul Janaiz, Syaikh Al Albani, hal. 258, beliau mengatakan hadits ini mauqufshahih)
    Untuk Memahami Manakah Bid’ah
    Untuk memahami bagaimana pengertian yang tepat mengenai bid’ah (sayyi’ah), maka berikut adalah kriterianya. Jika memenuhi tiga kriteria ini, maka suatu amalan dapat digolongkan sebagai bid’ah:

    1. Amalan tersebut baru, diada-adakan atau dibuat-buat.
    2. Amalan tersebut disandarkan sebagai bagian dari ajaran agama.
    3. Amalan tersebut tidak memiliki landasan dalil baik dari dalil yang sifatnya khusus atau umum. (Qowa’id Ma’rifatil Bida’, Muhammad bin Husain Al Jizaniy, hal. 18)

    Dari kriteria pertama di atas, maka amalan yang ada tuntunan dan memiliki dasar dalam Islam tidak disebut bid’ah semisal shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. 
    Dilihat dari kriteria kedua, maka tidak termasuk di dalamnya hal baru atau dibuat-buat berkaitan dengan urusan dunia, semisal perkembangan atau inovasi pada smartphone dan laptop, ini bukanlah bid’ah yang dicela. 
    Dan jika menilik kriteria ketiga, maka amalan yang ada landasan dalil khusus seperti shalat tarawih yang dilakukan secara berjama’ah di masa ‘Umar hingga saat ini, tidaklah disebut bid’ah (Lihat Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 18-21).
    Semakin menguatkan penjelasan di atas yaitu definisi Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i rahimahullah berikut ini. Beliau berkata,
    والمراد بقوله كل بدعة ضلالة ما أحدث ولا دليل له من الشرع بطريق خاص ولا عام
    “Yang dimaksud setiap bid’ah adalah sesat yaitu setiap amalan yang dibuat-buat dan tidak ada dalil pendukung baik dalil khusus atau umum” (Fathul Bari, 13: 254). Juga ada perkataan dari Ibnu Rajab Al Hambalirahimahullah,
    فكلُّ من أحدث شيئاً ، ونسبه إلى الدِّين ، ولم يكن له أصلٌ من الدِّين يرجع إليه ، فهو ضلالةٌ ، والدِّينُ بريءٌ منه ، وسواءٌ في ذلك مسائلُ الاعتقادات ، أو الأعمال ، أو الأقوال الظاهرة والباطنة .
    “Setiap yang dibuat-buat lalu disandarkan pada agama dan tidak memiliki dasar dalam Islam, itu termasuk kesesatan. Islam berlepas diri dari ajaran seperti itu termasuk dalam hal i’tiqod (keyakinan), amalan, perkataan yang lahir dan batin” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 128). 
    Ringkasnya yang dimaksud bid’ah adalah setiap yang dibuat-buat dalam masalah agama tanpa ada dalil.
    Jadi silakan timbang-timbang jika menilai bid’ah hasanah dengan pernyataan di atas. Apakah perayaan Maulid Nabi itu hasanah? Apakah berdo’a dengan menganggap afdhol jika di sisi kubur para wali itu bid’ah hasanah? Begitu pula yasinan dan selamatan kematian (pada hari ke-3, 7, 40, 100, sampai dengan 1000 hari) benarkah bid’ah hasanah? Silakan buktikan dengan dalil!
    قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
    Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 111).

    Apakah Dakwah Lewat Facebook adalah Bid’ah ??
    “Jangan dakwah pakai FB, itu kan bid’ah, gak ada dijaman Nabi apalagi diajarkan oleh Nabi...itu bikinan kaum Yahudi dll”
    Pernah dengar celetukan seperti itu..??
    Hhhmm… Kalo dakwah di facebook bid’ah, berarti dakwah dimedia lain bid’ah juga dong..??
    Kan juga gak ada dijaman Nabi.. Kasian para ustadz yang pada dakwah di TV, radio, majalah, buletin, dan media lainnya…
    Masuk neraka semua dong..??
    Begitulah model pemikiran mereka yang berusaha melegalkan bid’ah (hasanah), ahirnya apa saja yang sebenernya bukan bid’ah maka ia bid’ahkan.. Yang entah sebenrnya ia tahu tapi pura2 tidak tahu, atau memang bener2 gak tahu.. Hingga ahirnya memahami agama hanya berpijak pada akal akalan, rasa rasa, serta ikut2an teman2nya..
    Saudaraku… Facebook, internet, email, TV, radio, dlsb.. sejatinya hanyalah sarana atau alat komunikasi saja.. Sebagaimana jaman dulu ada surat menyurat.. Cuman jaman sekarang sudah lebih canggih, tapi prinsipnya tetep sama, yakni sama2 alat komunikasi..
    Intinya : Kita menyampaikan suatu berita, entah itu dakwah atau apapun tidak secara langsung face to face, tapi lewat alat komunikasi tsb.. Apakah itu bid’ah..??
    Bukankah Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah berdakwah tidak secara langsung face to face sama orang yang didakwahi.. Beliau pernah lho berdakwah menggunakan media alat komunikasi.. Gak percaya..??
    Silahkan buka shahih Bukhari..
    Diriwayatkan secara panjang dalam hadits shahih bahwa Rasulullah pernah mengirim surat pada raja Heraklius agar masuk masuk Islam..
    Bukankah hal tsb juga merupakan dakwah..??
    Dan bukankah surat menyurat adalah alat komunikasi..??
    Dari sini saja sebenernya sudah termentahkan tudingan mereka yang membid’ahkan dakwah di facebook..
    Memang betul..
    Berdakwah merupakan ibadah, namun sarana yang dipakai untuk berdakwah bukanlah bid’ah menurut istilah agama.. Seperti penggunaan microphone untuk pengeras suara, facebook, email sebagai pengganti surat-menyurat, video ceramah dlsb..
    Dalam masalah dunia, apapun itu (dalam kasus ini mengenai teknologi), hukum asalnya adalah mubah (boleh), kecuali ada dalil yang melarang atau mengharamkannya..
    Adapun bid’ah dalam agama, ucapan itu telah disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alahi was salam, dimana dalam hadits beliau bersabda, potongan haditsnya adalah :
    “setiap bidah itu adalah sesat”.
    Begitu juga yang dipahami oleh para sahabat dan ulama-ulama lain yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan baik..
    Maka..
    Semua hal dalam perkara dunia.. Semisal Motor atau Mobil buat ke masjid, Pesawat terbang buat naik haji, Hand Phone, TV, radio, Komputer dan FB buat dakwah, kertas buat nulis Qur’an dan hadits, Sekolah, Madrasah, pesantern, dll buat belajar agama, microphone di masjid buat khutbah dll..
    Semua itu adalah sarana / washillah untuk ibadah, BUKAN IBADAHNYA ITU SENDIRI.. Itulah yang disebut dengan Mashlahatul Marsalah..
    Sebab untuk urusan dunia, yang menyangkut ilmu pengetahuan, teknologi, alat komunikasi, transportasi, dan semua yang berkenaan dengan peradaban manusia.. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam peristiwa penyilangan serbuk sari kurma yang sangat masyhur :
    “Kamu lebih mengetahui tentang berbagai urusan duniamu”
    [Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim (1366)]
    Jadi.. Benda-benda yang disebutkan diatas itu adalah urusan dunia yang merupakan hasil kemajuan peradaban manusia secara umum dan pengembangan teknologi seiring dengan berjalannya waktu, yang mana orang kafir juga menggunakannya, dan tidak ada kaitannya dengan agama secara langsung..
    Sesuatu yang berhubungan dengan masalah duniawi, itu bukanlah bid’ah yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
    Jadi.. Silahkan mau buat mikrofon masjid, pesawat buat pergi haji, software dll..
    Akan tetapi.. Yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallaam larang di sini adalah segala macam perkara baru dalam bentuk amalan / keyakinan agama dan syari’at, entah itu amalan-amalan (Fi’liyah) maupun Ucapan (Qouliyah) baik mengurangi atau menambahkan..
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    “Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan dalam urusan agama yang bukan datang dari kami (Allah dan Rasul-Nya), maka tertolaklah amalnya itu” (SHAHIH, riwayat Muslim Juz 5,133)
    Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    “Dan jauhilah olehmu hal-hal (ciptaan) yang baru (dalam agama). Maka sesungguhnya setiap hal (ciptaan) baru (dalam agama) itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.”
    (HR Abu daud dan At-Tirmidzi, dia berkata Hadits hasan shahih).
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
    “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habasyi, karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak.
    Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian.
    Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (yang diada-adakan) kepada hal-hal yang baru itu adalah kebid’ahan dan setiap kebid’ahan adalah kesesatan”.
    [SHAHIH. HR.Abu Dawud (4608), At-Tirmidziy (2676) dan Ibnu Majah (44,43),Al-Hakim (1/97)]
    Dari sini.. Maka telah jelaslah sudah :
    Bahwa berdakwah lewat media alat komunikasi bukan bid’ah..
    Masih ngotot membid’ahkan dakwah di facebook..??
    Semoga Allah memberi kemudahan untuk memahaminya..amiiin
    sumber : http://khansa.heck.in/dahwah-di-facebook-adalah-bidah.xhtml